Harga Bitcoin Menguat Ditopang Data CPI dan Sentimen The Fed


 

JAKARTA – Jumat 13 Desember 2024, Data Consumer Price Index (CPI) Amerika Serikat mencatat level indeks sebesar 315,493 untuk November 2024, meningkat 2,7% dari sebelumnya 2,6% pada bulan Oktober. Angka ini mencerminkan kenaikan harga barang dan jasa yang biasa dikonsumsi masyarakat. Kenaikan ini juga menjadi salah satu aspek potensial pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh Federal Reserve dalam pertemuan FOMC mendatang.

Selain itu, dampak positif dari data tersebut mulai terlihat di pasar aset kripto. Bitcoin (BTC), yang sebelumnya sempat berfluktuasi, kembali menunjukkan pemulihan signifikan. Saat berita ini ditulis pada 12 September 2024, harga Bitcoin berada di sekitar US$100,000, naik sekitar 2,6% dalam 24 jam terakhir. Altcoin teratas seperti Ethereum mencatatkan lonjakan harga 7,2% dalam 24 jam, XRP 4,7%, dan Solana 5,2%.

Kenaikan harga Bitcoin juga diiringi oleh Fear and Greed Index pasar kripto yang berada di angka 76 dari 100, menunjukkan dominasi sentimen “greed” atau optimisme yang kuat. Jika tren ini berlanjut, tidak menutup kemungkinan bahwa Bitcoin akan menembus level psikologis di atas US$104.000, melampaui rekor tertingginya yang tercatat minggu lalu.

Perkembangan ini menunjukkan bagaimana dinamika makroekonomi global memiliki pengaruh besar terhadap pasar kripto. Dengan prospek pemotongan suku bunga dan momentum positif di pasar, Bitcoin dan aset kripto lainnya memiliki peluang besar untuk melanjutkan tren kenaikan dalam beberapa minggu ke depan.

CEO INDODAX Oscar Darmawan, mengomentari dampak data inflasi ini terhadap pasar kripto. “Data CPI yang sesuai ekspektasi telah memberikan angin segar bagi pasar, tidak terkecuali aset kripto. Selain itu optimisme terhadap kebijakan suku bunga yang lebih longgar dari Federal Reserve dapat menjadi katalis positif bagi pergerakan Bitcoin dan aset kripto lainnya ke depan,” ujar Oscar.

Menurut Oscar, kenaikan harga Bitcoin baru-baru ini juga mencerminkan minat institusional yang meningkat. “Investor institusional mulai memahami peran Bitcoin dalam portofolio mereka, menunjukkan pergeseran perspektif terhadap pasar keuangan tradisional,” ujarnya.

Oscar juga menekankan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap kripto. “Ketika semakin banyak orang memahami manfaat Bitcoin dan teknologi blockchain, tingkat adopsi akan tumbuh secara alami,” jelasnya.

Ia juga mencatat bahwa pemotongan suku bunga oleh The Fed dapat mendukung tren kenaikan aset berisiko seperti Bitcoin. “Dengan meningkatnya likuiditas di pasar, Bitcoin memiliki peluang besar untuk melanjutkan penguatannya. Selain itu, Fear and Greed Index, yang saat ini berada di angka 76, dapat menjadi indikator positif. Sentimen greed di pasar menunjukkan optimisme investor, tetapi kita harus tetap waspada terhadap volatilitas yang dapat mempengaruhi stabilitas pasar, karena semakin tinggi kepercayaan terhadap pasar, maka sebagian orang akan melakukan aksi jual,” sarannya.

Ia juga menyoroti peran teknologi blockchain sebagai daya tarik utama. “Keamanan dan transparansi yang ditawarkan blockchain semakin relevan di tengah ketidakpastian ekonomi global,” kata Oscar.

Melihat prospek ke depan, Oscar percaya Bitcoin memiliki peluang besar untuk mencapai level baru. “Jika data ekonomi terus mendukung dan kebijakan moneter global tetap kondusif, Bitcoin bisa mencetak rekor tertinggi baru,” ujarnya.

Oscar menutup dengan menekankan pentingnya regulasi yang mendukung. “Regulasi yang jelas dan proaktif dapat menciptakan ekosistem yang sehat bagi pertumbuhan aset digital di Indonesia maupun secara global,” pungkasnya.

Berita Terkait

Top